Seperti biasa datang sampai dipelataran Masjid sekitar pukul 12.20 wita. Setelah melaksanakan shalat tahiyatul masjid dan shalat sunnah qabliyah Jum’at duduk tenang sambil mendengarkan khutbah Jumat yang akan segera di sampaikan oleh khatib.

Jalan Rumbih (Longsor)
Adapun isi khutbah pada Jum’at kali ini mengenai kisah teladan dari seorang sahabat Nabi Muhammad ﷺ. Berikut rangkuman khutbah pada hari ini.

Salah seorang sahabat Nabi Muhammad ﷺ yang bernama Abu Dzar al-Ghifari yang mana beliau wafat pada tahun 32 Hijriyah.

Beliau sangat terkenal dengan kezuhudannya, saking zuhudnya Abu Dzar al-Ghifari menganggap bahwa seseorang tidak boleh menyimpan hartanya yang melebihi kebutuhannya sehari-hari.

Karenanya, pernah sahabat Nabi yang lain yakni Mu’awiyah ra. (radhiallahu ‘anhu) mencoba menguji sikap kezuhudan sahabatnya Abu Dzar al-Ghifari tersebut.

Mu’awiyah pun mengutus seseorang untuk memberi Abu Dzar al-Ghifari dengan uang yang berjumlah kurang lebih 1000 Dinar.

Utusan itupun pergi membawa uang tersebut mendatangi Abu Dzar, setelah sampai di sana ia mengutarakan maksudnya.

Ia berkata Mu’awiyah mengirimkan uang itu untukmu. Mendapati tamunya memberikan uang sangat banyak Abu Dzar segera menerimanya.

Namun setelah tamu itu pamit ia pun segera memberikan uang tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan dan tidak menyisakan sedikitpun untuk dirinya dan keluarganya.

Tanpa diduga beberapa saat kemudian Mu’awiyah memerintahkan kembali utusan itu untuk datang dan menyatakan kepada Abu Dzar bahwa ia telah salah orang memberikan uang tersebut.

Sungguh Aku telah salah memberikan uang 1000 Dinar itu kepadamu, sebenarnya Aku diutus untuk memberikannya kepada orang lain. Lalu, kata utusan tersebut aku takut Mu’awiyah nanti akan menghukumku.

Demi Allah kata Abu Dzar al-Ghifari, uang itu tidak sampai menginap di sini sedikitpun. Langsung kubagikan kepada orang yang membutuhkan pada hari itu juga.

Namun tenang dan sabarlah tunggu nanti pasti akan Aku ganti. Jawab Abu Dzaral-Ghifari dengan tenang.

Demikian riwayat ini dikutip dalam kitab al-jawahirul lu'luiyyah syarah arba’inan nabawiyah . Tentu kita cukup sulit untuk meniru secara persis kezuhudan sayyidina Abu Dzar al-Ghifari ini.

Namun, secara substansial kezuhudan Abu Dzar al-Ghifari dalam hal menjaga diri dari dikuasai oleh harta duniawi dapat kita teladani.

Begitu pula keteladanannya untuk ringan tangan (senang membantu) berbagi rezeki kepada orang-orang yang lebih membutuhkan. Karena wujud ketaqwaan kepada Allah swt. Diantaranya adalah dengan bersifat Zuhud.

Zuhud secara substansial dapat diartikan sebagai keadaan jiwa yang tidak didominasi oleh hal-hal yang bersifat duniawi.

Adapun indikator utamanya adalah adanya rasa tenang saat harta dunia itu keluar dari kepemilikannya. Demikian menurut syekh Abdullah bin al-khafif yang dikutip oleh imam al Busyairi dalam kitab risalah busyairiyah.

Imam An-Nawawi dalam kitab ‘Arbainan Nawawiyah mengutip hadits tentang penjelasan Rasulullah ﷺ mengenai keutamaan bersifat zuhud, yang diriwayatkan oleh Abul ‘Abbas Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi ra. Telah berkata beliau yang artinya.

Telah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah ﷺ lalu ia pun berkata ya Rasulallah tunjukanlah kepadaku sebuah amal yang apabila Aku kerjakan maka Allah akan mencintaiku dan manusia juga akan mencintaiku.

Baca Juga:

Rasulullah ﷺ menjawab bersifat zuhudlah di dunia maka Allah akan mencintaimu, dan bersifat zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia maka manusia pun akan mencintaimu. (H.R Ibnu Majjah).

Semoga dengan kita meneladani sahabat-sahabat Rasulullah ﷺ kita semua tercatat sebagai orang yang telah berupaya meningkatkan ketaqwaan dengan sebenar-benarnya.